23 September 2013
BAPAK PRAMUKA INDONESIA
Sri Sultan HB. IX, Sang Bangsawan yang Demokratis Sri Sultan Hamengkubuwono IX ( Sompilan Ngasem,
Yogyakarta, 12 April 1912-Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988 ) adalah seorang Raja Kasultanan Yogyakartadan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978.
Beliau kita kenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka. Biografi Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912, Hamengkubuwono IX adalah
putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal
pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung.
Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda, disinilah beliau sering mendapat panggilan
“SultanHenkie”. Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan contoh bangsawan yang demokratis.
Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mengalami banyak perubahan di bawah pimpinannya. Pendidikan Barat yang
dijalaninya sejak usia 4 tahun membuat HB IX menemukan banyak alternatif budaya untuk menyelenggarakan Keraton
Yogyakarta di kemudian hari. Berbagai tradisi keraton yang kurang menguntungkan dihapusnya dan dengan alternatif
budaya baru HB IX menghapusnya. Meski begitu bukan berarti ia menghilangkan substansi sendiri sejauh itu perlu
dipertahankan. Bahkan wawasan budayanya yang luas mempu menemukan terobosan baru untuk memulihkan kejayaan
kerajaan Yogyakarta. Bila dalam masa kejayaan Mataram pernah berhasil mengembangkan konsep politik
keagungbinataraan yaitu bahwa kekuasaan raja adalah agung binathara bahu dhenda nyakrawati, berbudi bawa leksana
ambeg adil para marta (besar laksana kekuasaan dewa, pemeliharaan hukum dan penguasa dunia, meluap budi luhur
mulianya, dan bersikap adil terhadap sesama), maka HB IX dengan wawasan barunya menunjukkan bahwa raja bukan
lagi gung binathara, melainkan demokratis. Raja berprinsip kedaulatan rakyat tetapi tetap berbudi bawa laksana.
Menentang penjajahan dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Wawasan kebangsaan HB IX juga terlihat dari sikap
tegasnya yang mendukung Republik Indonesia dengan sangat konsekuen. Segera setelah Proklamasi RI ia
mengirimkan amanat kepada Presiden RI yang menyatakan keinginan kerajaan Yogyakarta untuk mendukung
pemerintahan RI. Ketika Jakarta sebagai ibukota RI mengalami situasi gawat, HB IX tidak keberatan ibukota RI
dipindahkan ke Yogyakarta. Begitu juga ketika ibukota RI diduduki musuh, ia bukan saja tidak mau menerima bujukan
Belanda untuk berpihak pada mereka, namun juga mengambil inisatif yang sebenarnya dapat membahayakan dirinya,
termasuk mengijinkan para gerilyawan bersembunyi di kompleks keraton pada serangan oemoem 1 Maret 1949.
Jelaslah bahwa ia seorang raja yang republiken. Setelah bergabung dengan RI, HB IX terjun dalam dunia politik
nasional. Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno.
Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin.Berikut jabatan yang pernah di
embannya : a. Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945) b. Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir
III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947) c. Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 11 November
1947 dan 11 November 1947 - 28 Januari 1948) d. Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus
1949) e. Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 - 20
Desember 1949) f. Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950) g. Wakil Perdana
Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951) h. Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada
Yogyakarta (1951) i. Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956) j. Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for
Asia and the Far East) dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957) k. Ketua Federasi
ASEAN Games (1958) l. Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959) m. Ketua Delegasi Indonesia dalam
pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata (1963) n. Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966) o.
Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966) p. Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968) q. Ketua
Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968) r. Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel
Association (PATA) di California, Amerika Serikat (1968) s. Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 - 23 Maret 1978)
Bapak Pramuka Indonesia. Semangat menyatukan berbagai organisasi kepanduan yang tumbuh di Indonesia setelah
proklamasi kemerdekaan terus berkobar. Hal itu membuat Presiden Soekarno lantas berkoordinasi dengan Pandu
Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pada 20 Mei 1961 terbitlah Keppres No 238 / 1961, yang melebur seluruh
organisasi kepanduan pada satu wadah yaitu Gerakan Pramuka. Gerakan Pramuka diperkenalkan pada tanggal 14
Agustus 1961, dengan penyerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan HB IX, yang
selanjutnya diperingati sebagai Hari Pramuka. Gerakan Pramuka memang lahir dari berbagai organisasi kepanduan
yang tersebar di Tanah Air. Dalam masa peralihan itu peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX sangat besar hingga Sri
Sultan Hamengku Buwono IX dipercaya mendampingi perjalanan kepengurusan Gerakan Pramuka di tingkat nasional,
yaitu sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka selama 4 periode untuk masa bakti 1961-1963, 1963-1967,
1967-1970 dan 1970-1974. Kiprah Sri Sultan Hamengku Buwono dalam pembinaan Gerakan Pramuka tidak hanya di
dalam negeri. Konsep-konsep pemikiran beliau tentang kepanduan atau Gerakan Pramuka mendapat sambutan yang
luar biasa. Salah satunya pidato Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Konferensi Kepramukaan Se dunia tahun 1971,
mendapat sambutan yang luas. Ketika itu, Sultan mengajak organisasi kepanduan terlibat dalam pembangunan
masyarakat. Alhasil, pidato itu menjadi arah baru pembinaan kepanduan di seluruh dunia. Atas jasa-jasanya yang luar
biasa bagi kepramukaan internasional, Sri Sultan dianugerahi Bronze Wolf Award pada tahun 1974, penghargaan
tertinggi World Organization of the Scout Movement. Sri Sultan merupakan warganegara Indonensia yang pertama yang
memperoleh penghargaan itu. Sebelumnya tahun 1973, beliau mendapat penghargaan dari Boy Scouts of America
berupa Silver World Award. Di dalam negeri, melalui Surat Keputusan Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka Tahun
1988 di Dili, Timor Timur nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak Pramuka, mengukuhkan almarhum Sri Sultan Hamengku
Buwono IX sebagai Bapak Pramuka. Gerakan Pramuka juga memberi penghargaan tertinggi kepada Sri Sultan
Hamengku Buwono IX berupa Lencana Tunas kencana. Penghargaan tersebut juga diterima oleh Presiden ke-2
http://www.pramukanet.org - pramukanet.org Powered by Mambo Generated:23 September, 2013, 19:54
Republik Indonesia, almarhum H.M. Soeharto. Sebagai Wakil Presiden. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai
wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil
presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah
karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN. Minggu
malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan
dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.